Pak SulaimanAku teringat akan janjiku. Janji yang telah lama aku lupakan. Bagaimana aku bisa melupakannya?
"Buatkanlah satu kisah tentang bapak" Ujar ...
6 downloads
9 Views
15KB Size
Pak Sulaiman
Aku teringat akan janjiku. Janji yang telah lama aku lupakan. Bagaimana aku bisa melupakannya?
"Buatkanlah satu kisah tentang bapak" Ujar Pak Sulaiman, guru bahasa Indonesia sekolah menengah pertamaku dengan senyum lebar dan sorot matanya yang teduh. Garis-garis keriput di wajahnya yang sudah digurat waktu selama lebih dari setengah abad itu nampak tulus memandangku dengan sosok kebapakannya.
Janjiku pada seorang guru yang telah mengantarkanku mencintai alam dalam keindahan sastra. Janji yang sebenarnya telah dibuat bertahun silam.
Guruku, sang pemilik wajah teduh dan senyum yang tulus, Bapak Sulaiman. Aku ingin sekali membuatkan satu kisah untuk bapak. Tentang jasa bapak Sulaiman bagi seorang Trisha Adelia.
Tiga tahun lalu, aku masih berseragam putih biru. rok pendek, baju berantakan, rambut kucel, berantakan. Tiga tahun yang lalu, sebelum aku mengenal keindahan. Sebelum aku mengenal Allah Yang Maha Mencintai Keindahan. Subhanallah...
Saat itu tugas membuat puisi. Puisi tentang keindahan alam. Aku sendirian blingsatan memanjat pohon jambu di samping kelas agar bisa membuat puisi dengan tenang. Sok-sok-an merasa di situ adalah tempat inspirasi, ternyata di batang pohon jambu itu terdapat ratusan semut-semut hitam bergerilya ke bajuku karena kerajaannya terusik oleh hadirku. habislah di situ akalku. Aku sangat awam akan puisi waktu itu, dua jam pelajaran habis tanpa menghasilkan apapun.
Maka saat itu aku bertanya pada Pak Sulaiman. "Pak, bagaimana ini, saya tidak bisa membuat puisi." Lalu bapak menceritakanku tentang awan yang memerah di kala senja. Mega, namanya. Lalu bapak menunjukkanku foto di kala fajar menyingsing di danau buatan samping rumah bapak. Aduhai indahnya. Bapak berpuisi spontan dengan foto itu.
Dan terpekurlah aku semalaman di rumah karena tugas itu.Tapi pada akhirnya, puisi pertamaku saat itu jadi juga. Judulnya Mahkota Jingga. Tentang senja. tentang senja dengan mega yang berlilit bianglala. Maka saat itu hatiku luluh dengan keindahan meneroka alam. Menikmati keindahan ciptaan Tuhan dengan menuangkannya di jahitan kata-kata puisi berdiksi.
Aku ingat kata bapak, "Berpuisi itu melembutkan hati" Dan dengan segenap perasaan, esok paginya aku menyerahkan puisi pertamaku kepada bapak untuk dinilai. Aku ingat waktu itu bapak bilang bahwa puisiku mirip puisi angkatan 45. Amboi! puisi macam mana itu, aku tak mengerti. Betapa saat itu hatiku melembut. Dan aku tersentuh akan keindahan sastra. Aku baru sadar, saat itu juga aku telah menemukan hidupku.
Aku mencintai sastra!
Berpuisi, membuat prosa, dan menyinergikannya dalam ungkapan syukurku kepada Sang Khalik yang telah melembutkan hatiku. Tiga tahun berlalu. Dan kini aku tidak lagi gadis yang memakai rok selutut, baju berantakan, rambut kucel. Dengan jilbab panjangku sekarang, aku masih berpuisi sembari menikmati rinai-rinai hujan dalam puisi. merengkuh senja dalam tegukan sajak-sajak.
Dan lebih dari itu, aku mengenali kitabku, Al-Qur'an, ayat-ayatnya bagiku adalah puisi Allah yang Maha Indah dan selalu mampu melelehkan airmataku. Sebagaimana dulu bapak di depan kelas mengajarkanku tentang isi Al-Qur'an. Padahal itu bukan kewajiban bapak saat itu. Bapak adalah guru bahasa, tetapi bapak menceritakan kami sekelas tentang cerita-cerita di Al-Quran, dan aku selalu antusias setiap kali mendegar penjelasan bapak usai kami sekelas membaca Al-Qur'an sebelum memulai pelajaran.
Aku ingat waktu itu bapak menceritakan tentang Mann dan Salwa, tentang Nabi Khidir, dan masih banyak lagi.
Aku ingat waktu itu pesantren kilat, bapak melantunkan Surah Ar-Rahman, dan saat itu aku berada di barisan paling belakang karena sedang udzur, aku menangis. Itu adalah saat pertamakalinya aku menangis mendengar lantunan ayat suci Al-Qur'an.
"Maka nikmat Tuhanmu manakah yang kamu dustakan?"
Ya Allah Kariim... betapa besar jasa bapak yang telah menghantarkan aku, dari gadis tomboy, dan kini aku telah menemukan sesuatu yang aku cintai : Al-Qur'an dan sastra. Dan bapak telah membantuku untuk mencintainya.
Maafkan aku yang tak mampu membuat sesuatu kisah yang epik untuk bapak. Tapi bagi aku, apa yang telah bapak berikan dengan ikhlas untukku bagaikan obor bagiku untuk menyalakan obor-obor lainnya untuk menerangi langkah kakiku ke depan. Ke depan, menatap masa depan.
Jika tangan ini mungkin tak sempat lagi menjabat, maka perkenankanlah doa ini menyertai setiap langkah bapak. Sebagai ungkapan terimakasihku pada bapak. Ungkapan terimakasih tulus dari seorang murid untuk gurunya. Semoga bapak selalu dikasihi Allah. Diberikan cahaya-Nya, perlindungan-Nya, dan ampunan-Nya.
Maha Suci Allah yang telah mengizinkan Trisha Adelia, sebagai murid Bapak Sulaiman.