BAB 4
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Statistik Deskriptif Variabel Penelitian Statistik deskriptif variabel penelitian menjelaskan gambaran umum dan ...
8 downloads
12 Views
107KB Size
87
BAB 4
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Statistik Deskriptif Variabel Penelitian
Statistik deskriptif variabel penelitian menjelaskan gambaran umum dan perkembangan variabel penelitian selama periode penelitian. Variabel terikat penelitian ini adalah Audit Delay, sedangkan variabel bebas meliputi Ukuran Perusahaan, Profitabilitas, dan Ukuran Kantor Akuntan Publik. Sampel penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2011-2013. Total sampel dari 3 tahun periode penelitian ini adalah sebanyak 81 sampel yang kemudian digunakan untuk memberikan gambaran umum variabel penelitian.
Tabel 4.1
Statistik Deskriptif Variabel Operasional
Descriptive Statistics
N
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
AD
81
45
90
76,15
12,060
UP
81
25,31
33
29,05
1,748
PRO
81
0,01
0,40
0,13
0,091
KAP
81
0
1
0,63
0,486
Valid N (listwise)
81
Sumber: Data sekunder yang telah diolah
Dari data tersebut dapat dilihat bahwa semua variabel operasional tidak mempunyai nilai standar deviasi yang lebih besar dari nilai mean, hal ini berarti bahwa Ukuran Perusahaan, Profitabilitas, Ukuran KAP dan Audit Delay memiliki data yang tidak bervariasi atau berkelompok. Penjabaran masing-masing variabel operasional sesuai dengan hasil pengujian statistik deskriptif tersaji berikut ini :
Ukuran Perusahaan
Ukuran perusahaan merupakan besar kecilnya perusahaan dilihat dari besarnya nilai equity, nilai penjualan atau nilai aktiva. Ukuran perusahaan mencerminkan besar dan kecilnya harta dalam sebuah perusahaan (Prasetya dan Rahardjo, 2013). Penelitian ini menggunakan log (total aset) sebagai proksi pengukuran variabel ukuran perusahaan. Hasil pengujian statistik deskriptif pada variabel ukuran perusahaan tersaji pada tabel berikut:
Tabel 4.2
Hasil Statistik Deskriptif Variabel Ukuran Perusahaan
No
Nama Perusahaan
UP
2011
2012
2013
INTP
30.53
30.76
30.91
SMCB
30.02
30.13
30.33
SMGR
30.61
30.91
31.06
AMFG
28.62
28.77
28.89
TOTO
27.92
28.05
28.19
ALMI
28.25
28.26
28.64
LION
26.63
26.80
26.94
LMSH
25.31
25.58
25.68
UNIC
28.57
28.51
28.82
CPIN
29.81
30.14
30.39
TKIM
30.78
30.89
31.09
ASII
32.67
32.84
33.00
GDYR
27.80
27.81
27.93
IMAS
30.19
30.50
30.74
INDS
27.76
28.14
28.42
SMSM
27.91
28.00
28.16
(Bersambung)
(Sambungan)
17.
SCCO
28.01
28.03
28.20
18.
DLTA
27.27
27.34
27.49
19.
INDF
31.61
31.72
31.99
20.
ROTI
27.36
27.82
28.23
21.
SKLT
26.09
26.24
26.43
22.
GGRM
31.30
31.36
31.56
23.
KAEF
28.22
28.36
28.56
24.
KLBF
29.74
29.87
30.06
25.
TSPC
29.08
29.16
29.32
26.
TCID
27.75
27.86
28.01
27.
UNVR
29.98
30.11
30.22
Min
25.31
25.58
25.68
Maks
32.67
32.84
33.00
Mean
28.88
29.04
29.23
Std. Dev
1.76191
1.76104
1.76838
Sumber: Data Sekunder yang Diolah
Pada tahun 2011 tingkat ukuran perusahaan terendah sebesar 25,31 terjadi pada PT Lionmesh Prima Tbk. Tingkat ukuran perusahaan tertinggi sebesar 32,67 terjadi pada PT Astra International Tbk. Nilai rata-rata tingkat ukuran perusahaan sebesar 28,88, hal ini berarti rata-rata perusahaan pada sektor manufaktur memiliki harta berupa aset dalam perusahaan sebesar 28,88 dan standar deviasi sebesar 1,76191
Pada tahun 2012 tingkat ukuran perusahaan terendah sebesar 25,58 terjadi pada PT Lionmesh Prima Tbk. Tingkat ukuran perusahaan tertinggi sebesar 32,84 terjadi pada PT Astra International Tbk. Nilai rata-rata tingkat ukuran perusahaan sebesar 29,04, hal ini berarti rata-rata perusahaan pada sektor manufaktur memiliki harta berupa aset dalam perusahaan sebesar 29,04 dan standar deviasi sebesar 1,76104
Pada tahun 2013 tingkat ukuran perusahaan terendah sebesar 25,68 terjadi pada PT Lionmesh Prima Tbk. Tingkat ukuran perusahaan tertinggi sebesar 33,00 terjadi pada PT Astra International Tbk. Nilai rata-rata tingkat ukuran perusahaan sebesar 33,00, hal ini berarti rata-rata perusahaan pada sektor manufaktur memiliki harta berupa aset dalam perusahaan sebesar 33,00 dan standar deviasi sebesar 1,76838
Grafik 4.1 berikut menggambarkan perkembangan rata-rata Ukuran Perusahaan dari 27 perusahaan sektor manufaktur di BEI tahun 2011-2013.
Grafik 4.1
Rata-rata Ukuran Perusahaan Manufaktur Tahun 2011-2013
Sumber: Data sekunder yang telah diolah
Berdasarkan grafik 4.1 di atas, rata-rata Ukuran Perusahaan dari 27 perusahaan sektor Manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2011-2013 selalu mengalami kenaikan, dapat dijelaskan bahwa pada tahun 2012 ukuran perusahaan mengalami kenaikan sebesar 0,16 dari tahun 2011. Sedangkan pada tahun 2012 ke tahun 2013 ukuran perusahaan naik sebesar 0,19. Hal ini berarti secara keseluruhan perusahaan manufaktur dalam periode tersebut mengalami pertumbuhan yang baik.
Profitabilitas
Profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba di masa depan (Widana dan Yasa, 2013). Rasio profitabilitas mengukur efektivitas manajemen secara keseluruhan yang ditunjukkan oleh besar kecilnya tingkat keuntungan yang diperoleh dalam hubungannya dengan penjualan maupun investasi. Semakin baik rasio profitabilitas maka semakin baik kemampuan perusahaan dalam memperoleh keuntungan (Kasmir, 2010:115). Penelitian ini menggunakan Return on Asset (ROA) sebagai proksi pengukuran variabel profitabilitas hasil pengujian statistik deskriptif pada variabel profitabilitas tersaji pada tabel berikut:
Tabel 4.3
Hasil Statistik Deskriptif Variabel Profitabilitas
Nama Perusahaan
ROA
No
2011
2012
2013
INTP
0,21
0,20
0,20
SMCB
0,10
0,11
0,07
SMGR
0,20
0,19
0,19
AMFG
0,13
0,11
0,10
TOTO
0,16
0,16
0,14
ALMI
0,03
0,01
0,03
LION
0,14
0,20
0,13
LMSH
0,11
0,32
0,10
UNIC
0,02
0,01
0,03
CPIN
0,27
0,22
0,16
TKIM
0,03
0,01
0,01
ASII
0,14
0,12
0,11
(Bersambung)
(Sambungan)
13.
GDYR
0,02
0,05
0,04
14.
IMAS
0.08
0.05
0.04
15.
INDS
0.11
0.32
0.19
16.
SMSM
0.18
0.19
0.20
17.
SCCO
0.08
0.11
0.06
18.
DLTA
0,22
0,29
0,31
19.
INDF
0,09
0,08
0,07
20.
ROTI
0,15
0,12
0,09
21.
SKLT
0,03
0,03
0,04
22.
GGRM
0,13
0,10
0,09
23.
KAEF
0,10
0,10
0,09
24.
KLBF
0.19
0.19
0.18
25.
TSPC
0.14
0.14
0.12
26.
TCID
0.12
0.12
0.11
27.
UNVR
0.40
0.40
0.40
Min
0.02
0.01
0.01
Maks
0.40
0.40
0.40
Mean
0.1313
0.1468
0.1209
Std. Dev
0.08352
0.10100
0.08889
Sumber: Data Sekunder yang Diolah
Pada tahun 2011 tingkat profitabilitas terendah sebesar 2% terjadi pada PT Goodyear Indonesia Tbk. Kasus nya ditahun tersebut PT. Goodyear Indonesia mengalami penurunan laba kotor yang diakibatkan beban penjualan di tahun 2011 naik sebesar $ 19.139.766. Hal ini juga berdampak menurunnya laba bersih yang diperoleh PT. Goodyear Indonesia, pada tahun 2010 perusahaan ini mampu mendapat $ 7.415.868 tetapi di tahun 2011 menjadi $ 2.156.464. Tingkat profitabilitas tertinggi sebesar 40% terjadi pada PT Unilever Indonesia Tbk. Penambahan aset sebesar Rp. 1.781.050.000 di tahun 2011 membuat PT. Unilever Indonesia mampu menjadi pemilik profitabilitas tertinggi dibanding 26 perusahaan manufaktur lainnya. Nilai rata-rata tingkat profitabilitas sebesar 13,13%, hal ini berarti rata-rata perusahaan pada sektor manufaktur memiliki tingkat keuntungan sebesar 13,13% dan standar deviasi sebesar 0,08352.
Pada tahun 2012 tingkat profitabilitas terendah sebesar 1% terjadi pada PT Alumindo Light Metal Industry Tbk. Perusahaan ini mengalami penurunan yang diakibatkan bertambahnya liabilitas yang harus dipenuhi. Pada tahun 2012 liabilitas PT Alumindo Light Metal Industry Tbk naik sebesar Rp. 1.877.843.400,00. Hal ini tentu mempengaruhi laba bersih. Terbukti pada tahun 2012 PT Alumindo Light Metal Industry Tbk mengalami penurunan laba bersih sebesar Rp. 33.607.661.190,00. Tingkat profitabilitas tertinggi sebesar 40% terjadi pada PT Unilever Indonesia Tbk. Ditahun 2012 pihak PT. Unilever Indonesia juga mendapat penambahan Rp. 1.502.667.000,00 hal ini juga membuat PT. Unilever Indonesia mendapat tingkat profitabilitas tertinggi diantara perusahaan manufaktur lainnya. Nilai rata-rata tingkat profitabilitas sebesar 14,68%, hal ini berarti rata-rata perusahaan pada sektor manufaktur memiliki tingkat keuntungan sebesar 14,68% dan standar deviasi sebesar 0,10100.
Pada tahun 2013 tingkat profitabilitas terendah sebesar 1% terjadi pada PT Alumindo Light Metal Industry Tbk. Hal ini diakibatkan oleh bertambahnya liabilitas sebesar Rp. 80.105.118.100,00 dibandingkan dengan tahun 2012. Liabilitas yg bertambah akan mengurangi pendapatan. Oleh sebab itu perusahaan ini menjadi perusahaan dengan tingkat profitabilitas paling rendah di tahun 2013 diantara 26 perusahaan manufaktur lainnya. Tingkat profitabilitas tertinggi sebesar 40% terjadi pada PT Unilever Indonesia Tbk. Ditahun 2013 kembali PT. Unilever Indonesia mendapat penambahan dana aset sebesar Rp. 1.399.209.000,00 hal ini kembali menjadikan PT. Unilever Indonesia menjadi pemilik tingkat profitabilitas tertinggi. Pada periode penelitian ini, PT. Unilever Indonesia mampu mempertahankan tingkat profitabilitas sebesar 40%. Nilai rata-rata tingkat profitabilitas sebesar 12,09%, hal ini berarti rata-rata perusahaan pada sektor manufaktur memiliki tingkat keuntungan sebesar 12,09% dan standar deviasi sebesar 0,08889.
Grafik 4.2 berikut menggambarkan perkembangan rata-rata ROA dari 27 perusahaan sektor Manufaktur di BEI tahun 2011-2013.
Grafik 4.2
Rata-rata ROA Perusahaan sektor Manufaktur di BEI Tahun 2011-2013
Sumber: Data sekunder yang telah diolah
Berdasarkan grafik 4.2 di atas, rata-rata ROA dari 27 perusahaan sektor manufaktur di BEI tahun 2011-2012 cenderung mengalami kenaikan sebelum akhirnya mengalami penurunan di tahun 2013, dapat dijelaskan bahwa pada tahun 2012 ROA mengalami kenaikan sebesar 0,015% dari tahun sebelumnya yaitu tahun 2011, namun pada tahun 2013 mengalami penurunan sebesar 0,026% dari tahun 2012.
Berdasarkan tabel 4.1 dapat dijelaskan bahwa selama periode penelitian, rata-rata variabel ROA dari 27 perusahaan sektor manufaktur adalah sebesar 0,133704 atau 13,3704%. Nilai tertinggi yang tercatat adalah 0,4038 atau 40,38% yang merupakan nilai ROA dari PT Unilever Indonesia pada tahun 2012, hal ini dapat terjadi apabila perusahaan dapat dengan baik mengelola aset-aset yang dimilikinya dalam mencapai laba. Nilai ROA terendah yang tercatat adalah sebesar 0,0115 atau 1,15% dari PT Sekar Laut Tbk. Pada tahun 2012, hal ini dapat terjadi disebabkan perusahaan kurang mampu mengelola aset-aset yang dimilikinya dalam rangka memperoleh laba.
Kantor Akuntan Publik
Kantor Akuntan Publik (KAP) adalah suatu bentuk organisasi akuntan publik yang memperoleh izin sesuai dengan peraturan perundang- undangan, yang berusaha di bidang pemberian jasa profesional dalam praktek akuntan publik (Sistya Rachmawati, 2008). Dalam pemberian jasa audit umum, Kantor akuntan publik hanya bisa menjalankan paling lama Enam tahun buku (periode akuntansi) secara berturut - turut dalam satu perusahaan. ini bertujuan untuk menjaga kualitas serta tingkat independensi KAP bersangkutan, dan menjauhkan dari konflik kepentingan. Dalam penelitian ini pengukuran Ukuran KAP menggunakan variabel dummy, jika KAP yang berafiliasi dengan KAP big four akan diberi kode 1, sedangkan untuk KAP non the big four akan diberi kode 0. Hasil pengujian statistik deskriptif pada variabel ukuran perusahaan tersaji pada tabel berikut:
Tabel 4.4
Hasil Statistik Deskriptif Variabel Kantor Akuntan Publik
Nama Perusahaan
Kantor Akuntan Publik
No
2011
2012
2013
INTP
1
1
1
SMCB
1
1
1
SMGR
1
1
1
AMFG
1
1
1
(Bersambung)
(Sambungan)
TOTO
1
1
1
ALMI
0
0
0
LION
0
0
0
LMSH
0
0
0
UNIC
1
1
1
CPIN
1
1
1
TKIM
0
0
0
ASII
1
1
1
GDYR
1
1
1
IMAS
1
1
1
15.
INDS
0
0
0
16.
SMSM
0
0
0
17.
SCCO
0
0
0
18.
DLTA
1
1
1
19.
INDF
1
1
1
20.
ROTI
1
1
1
21.
SKLT
0
0
0
22.
GGRM
1
1
1
23.
KAEF
0
0
0
24.
KLBF
1
1
1
25.
TSPC
0
0
0
26.
TCID
1
1
1
27.
UNVR
1
1
1
Sumber: Data Sekunder yang Diolah
Dari tabel 4.4 diatas dapat dilihat bahwa setiap tahun nya terdapat 10 perusahaan yang tidak memakai jasa Kantor Akuntan Publik The Big Four. Artinya sebagian besar perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2011-2013 memakai jasa audit dari Kantor Akuntan Publik The Big Four.
Audit Delay
Rentang waktu penyelesaian pelaksanaan audit laporan keuangan tahunan, diukur berdasarkan lamanya hari yang dibutuhkan untuk memperoleh laporan auditor independen atas audit laporan keuangan tahunan perusahaan, sejak tanggal tutup buku perusahaan yaitu 31 Desember sampai tanggal yang tertera pada laporan auditor independen. Batas waktu penyampaian laporan keuangan di indonesia selambat-lambatnya adalah pada akhir bulan ketiga (90 hari) setelah tanggal laporan keuangan. Hasil pengujian statistik deskriptif pada variabel ukuran perusahaan tersaji pada tabel berikut:
Tabel 4.5
Hasil Statistik Deskriptif Variabel Audit Delay
Nama Perusahaan
Audit Delay
No
2011
2012
2013
INTP
72
67
67
SMCB
45
46
48
SMGR
46
45
45
AMFG
88
87
87
TOTO
87
87
80
ALMI
79
82
81
LION
72
85
86
LMSH
72
72
86
UNIC
75
88
88
CPIN
81
87
86
TKIM
82
78
79
ASII
55
57
57
(Bersambung)
(Sambungan)
GDYR
89
85
85
IMAS
69
68
74
INDS
86
85
86
SMSM
67
68
81
17.
SCCO
86
88
81
18.
DLTA
87
87
87
19.
INDF
75
71
77
20.
ROTI
72
85
86
21.
SKLT
75
71
79
22.
GGRM
86
87
87
23.
KAEF
81
86
79
24.
KLBF
69
68
71
25.
TSPC
75
75
77
26.
TCID
62
65
65
27.
UNVR
90
85
85
Sumber: Data Sekunder yang Diolah
Pada tahun 2011, PT. Holcim Indonesia Tbk. Mampu menerbitkan laporan keuangan tercepat yaitu 45 hari dan PT. Unilever Indonesia Tbk. Menerbitkan laporan keuangan paling lama yaitu 90 hari sejak tanggal tutup buku perusahaan. Namun, PT. Unilever Indonesia Tbk pun tidak masuk kedalam kelompok perusahaan yang telat dalam publikasi laporan keuangan (audit delay).
Pada tahun 2012, PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk. Mampu menerbitkan laporan keuangan tercepat yaitu 45 hari dan PT. Supreme Cable Manufacturing Corp. Menerbitkan laporan keuangan paling lama yaitu 88 hari sejak tanggal tutup buku perusahaan. Namun, PT. Supreme Cable Manufacturing Corp pun tidak masuk kedalam kelompok perusahaan yang telat dalam publikasi laporan keuangan (audit delay).
Pada tahun 2013, PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk kembali mampu melakukan publikasi laporan keuangan tercepat yaitu 45 hari sejak tanggal tutup buku perusahaan yaitu pada tanggal 31 desember. PT. Supreme Cable Manufacturing Corp menjadi perusahaan dengan waktu publikasi terlama di tahun 2013.
Dari tabel diatas juga dapat dilihat bahwa semua sampel perusahaan manufaktur periode 2011-2013 tidak ada yang melakukan keterlambatan publikasi laporan keuangan (Audit Delay). Hal ini tentu sangat baik dalam menjaga reputasi perusahaan. Mengingat perusahaan Go Public sangat membutuhkan reputasi yang baik dalam menarik investor untuk menanamkan modalnya.
Hasil Pembahasan Analisis Regresi
Pengujian Asumsi Klasik
Model regresi linear berganda dapat disebut baik jika terbebas dari asumsi-asumsi klasik statistik, yaitu multikolinearitas, heteroskesdastisitas, dan autokorelasi.
Uji Normalitas Data
Uji asumsi klasik normalitas data akan menguji data variabel bebas (X) dan data variabel terikat (Y) pada persamaan regresi yang dihasilkan berdistribusi normal atau tidak berdistribusi normal. Persamaan regresi dikatakan baik jika mempunyai data variabel bebas dan data variabel terikat berdistribusi mendekati normal atau normal sama sekali. Dasar pengambilan keputusan adalah melihat angka probabilitas, dengan ketentuan sebagai berikut :
Apabila nilai signifikan atau nilai probabilitas > 0,05, maka hipotesis diterima karena data berdistribusi secara normal.
Apabila nilai signifikan atau nilai probabilitas < 0,05, maka hipotesis ditolak karena data tidak berdistribusi normal.
Tabel 4.6
Hasil Uji Normalitas Data
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized Residual
N
81
Normal Parametersa,b
Mean
0E-7
Std. Deviation
11,20321171
Most Extreme Differences
Absolute
,134
Positive
,067
Negative
-,134
Kolmogorov-Smirnov Z
1,202
Asymp. Sig. (2-tailed)
,111
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
Sumber: Data Sekunder yang Diolah
Dari tabel 4.6 dapat dilihat bahwa nilai Asymp. Sig sebesar 0,111 artinya lebih besar dari 0,05. Maka dapat disimpulkan data residual terdistribusi normal, sehingga model penelitian ini dinyatakan telah memenuhi syarat asumsi normalitas. Dengan demikian, secara keseluruhan baik data variabel independen maupun data variabel dependen telah terdistribusi normal.
Uji Multikolinieritas Data
Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah ada korelasi antara beberapa atau semua variabel penjelas (bebas) dalam model regresi berganda. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel bebas (independen) (Ghozali, 2011:105). Pendekatan terhadap multikolinieritas dapat dilakukan dengan melihat nilai tolerance dan VIF (Variance Inflation Factor) dari hasil analisis regresi. Jika nilai tolerance < 0,1 dan VIF > 10, terdapat gejala multikolinieritas yang tinggi. Penelitian ini memperoleh nilai VIF yang dapat dilihat pada tabel 4.23 berikut ini :
Tabel 4.7
Uji Multikolinearitas dengan Nilai Tolerance dan VIF
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t
Sig.
Collinearity Statistics
B
Std. Error
Beta
Tolerance
VIF
1
(Constant)
145,225
23,662
6,137
,000
UP
-2,379
,836
-,345
-2,846
,006
,764
1,309
PRO
5,615
14,388
,042
,390
,697
,957
1,045
KAP
-1,157
3,060
-,047
-,378
,706
,737
1,356
a. Dependent Variable: AD
Sumber: Data Sekunder yang Diolah
Tabel 4.7 menggambarkan bahwa nilai tolerance pada masing-masing variabel adalah ukuran perusahaan sebesar 0,764; profitabilitas sebesar 0,957; ukuran kantor akuntan publik (KAP) sebesar 0,737 dan nilai VIF pada kolom terakhir untuk masing-masing variabel adalah ukuran perusahaan sebesar 1,309; profitabilitas sebesar 1,045; ukuran kantor akuntan publik (KAP) sebesar 1,356, dimana nilai tolerance semua variabel lebih besar dari 0,1 dan nilai VIF semua variabel lebih kecil dari pada 10. Sehinga dapat disimpulkan bahwa model regresi ini bebas dari gejala multikolinearitas.
Uji Heterokedastisitas Data
Uji asumsi klasik heterokedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual suatu pengamatan ke pengamatan yang lain (Ghozali, 2011:139). Jika residualnya mempunyai varians yang sama disebut terjadi hoteroskedatisitas. Prasyarat yang harus terpenuhi dalam model regresi adalah tidak adanya gejala heterokedastisitas. Analisis uji klasik heterokedastisitas hasil SPSS melalui grafik scatterplot antara Z prediction (ZPRED) yang merupakan variabel independen dan nilai residualnya (SRESID) yang merupakan variabel dependen, di mana sumbu Y adalah Y hasil prediksi dan sumbu X adalah residual (Y prediksi – Y rill) yang telah di-studentizen (Sunyoto, 2008:82). Berikut adalah uji heteroskedastisitas pada model penelitian ini :
Gambar 4.1
Uji Heteroskedastisitas dengan Scatterplot
Sumber: Data Sekunder yang Diolah
Berdasarkan hasil uji heteroskedastisitas pada gambar 4.1 menggambarkan bahwa titik-titik scatterplot tidak memiliki pola sebaran yang teratur baik menyempit, melebar, maupun bergelombang. Titik-titik scatterplot yang dihasilkan menyebar dengan baik tanpa pola. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi linear berganda penelitian ini.
Uji Autokorelasi
Pengujian autokorelasi dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah dalam model regresi linear terdapat korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Model regresi linier yang baik adalah model yang terbebas dari masalah autokorelasi. Uji autokorelasi dilakukan dengan menggunakan uji statistik Durbin Watson dengan Kriteria pengambilan kesimpulan sebagai berikut :
Terjadi autokorelasi positif jika nilai DW dibawah -2 (DW< -2).
Tidak terjadi autokorelasi jika nilai DW berada diantara -2 dan +2 (-2 DW +2)
Terjadi autokorelasi negatif jika nilai DW diatas +2 (DW > +2)
Hasil pengujian autokorelasi disajikan pada tabel berikut :
Tabel 4.8
Uji Autokorelasi Durbin-Watson test
Model Summaryb
Model
R
R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
Durbin-Watson
1
,370a
,137
,103
11,419
,770
a. Predictors: (Constant), KAP, PRO, UP
b. Dependent Variable: AD
Sumber: Data Sekunder yang Diolah
Berdasarkan tabel 4.8 diperoleh nilai Durbin-Watson sebesar 0,770. Karena nilai DW berada di antara -2 dan +2 (-2 DW +2), maka dapat disimpulkan tidak terdapat autokorelasi.
4.3 Analisis Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi yang sering disimbolkan dengan "R2" sebenarnya mengukur besarnya persentase pengaruh semua variabel independen dalam model regresi terhadap variabel dependennya. Koefisien determinasi berfungsi untuk mengetahui seberapa besar Ukuran Perusahaan, Profitabilitas dan Ukuran KAP dengan Audit Delay pada perusahaan Manufaktur yang terdaftar di BEI periode 2011-2013. Dengan menggunakan SPSS, diperoleh koefisien determinasi yang dapat dilihat pada tabel output berikut :
Tabel 4.9
Koefisien Determinasi (R-square)
Model Summaryb
Model
R
R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
1
,370a
,137
,103
11,419
a. Predictors: (Constant), KAP, PRO, UP
b. Dependent Variable: AD
Sumber: Data Sekunder yang Diolah
Dari tabel 4.9, diketahui nilai koefisien determinasi atau R Square sebesar 0,137 atau 13,70%. Hal ini menunjukkan bahwa Ukuran Perusahaan, Profitabilitas dan Ukuran KAP dapat menjelaskan variabel dependen yaitu Audit Delay pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI periode 2011-2013 sebesar 13,70%, sedangkan sisanya sebesar 100% - 13,70% = 86,30% dipengaruhi variabel lain di luar model atau yang tidak diteliti.
4.4 Hasil Pengujian Hipotesis secara Simultan (Uji F)
Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel independen yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen (Ghozali, 2013:98). Dalam penelitian ini penulis ingin menguji apakah variabel independen, yaitu Ukuran Perusahaan, Profitabilitas dan Ukuran KAP berpengaruh secara simultan terhadap variabel independen Audit Delay, dengan tingkat signifikansi sebesar 5%. Hasil pengujian disajikan sebagai berikut :
Tabel 4.10
Uji Signifikansi (Uji F)
ANOVAa
Model
Sum of Squares
Df
Mean Square
F
Sig.
1
Regression
1595,266
3
531,755
4,078
,010b
Residual
10040,956
77
130,402
Total
11636,222
80
a. Dependent Variable: AD
b. Predictors: (Constant), KAP, PRO, UP
Sumber: Data Sekunder yang Diolah
Pada tabel 4.10, didapat nilai signifikansi sebesar 0,010 lebih kecil dari 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa secara simultan Ukuran Perusahaan, Profitabilitas dan Ukuran KAP berpengaruh secara signifikan terhadap Audit Delay pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI periode 2011-2013.
4.5 Hasil Pengujian Hipotesis secara Parsial (Uji T)
Uji statistik T pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh suatu variabel independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel independen (Ghozali, 2013:98). Dalam penelitian ini akan diuji secara parsial pengaruh masing-masing variabel komposisi Ukuran Perusahaan, Profitabilitas dan Ukuran KAP sebagai variabel independen terhadap Audit Delay sebagai variabel dependen. Hasil pengujian disajikan sebagai berikut :
Tabel 4.11
Uji Signifikansi (Uji t)
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
T
Sig.
B
Std. Error
Beta
1
(Constant)
145,225
23,662
6,137
,000
UP
-2,379
,836
-,345
-2,846
,006
PRO
5,615
14,388
,042
,390
,697
KAP
-1,157
3,060
-,047
-,378
,706
a. Dependent Variable: AD
Sumber: Data Sekunder yang Diolah
Variabel dependen pada model regresi ini adalah Audit Delay, sedangkan variabel independen penelitian ini adalah Ukuran Perusahaan, Profitabilitas, dan Ukuran KAP. Model regresi berdasarkan hasil analisis tabel 4.11 adalah sebagai berikut:
AD = 145,225 – 2,379 UP + 5,615 PRO - 1,157 KAP
Dimana:
AD : Audit Delay
UP : Ukuran Perusahaan
PRO : Profitabilitas
KAP : Ukuran KAP
Persamaan regresi linear diatas dapat dijelaskan sebagai berikut :
Koefisien sebesar 145,225, artinya jika Ukuran Perusahaan, Profitabilitas, dan Ukuran KAP nilainya 0, maka Audit Delay nilainya sebesar 145,225.
Koefisien regresi variabel Ukuran Perusahaan sebesar -2,379, artinya jika Ukuran Perusahaan mengalami kenaikan satu satuan, maka Audit Delay akan mengalami penurunan sebesar -2,379 satuan dengan asumsi variabel independen lainnya bernilai tetap.
Koefisien regresi variabel Profitabilitas sebesar 5,615, artinya jika Profitabilitas mengalami kenaikan satu satuan, maka Audit Delay akan mengalami peningkatan sebesar 5,615 satuan dengan asumsi variabel independen lainnya bernilai tetap.
Koefisien regresi variabel Ukuran KAP sebesar - 1,157, artinya jika Ukuran KAP mengalami kenaikan satu satuan, maka Audit Delay akan mengalami peningkatan sebesar - 1,157 satuan dengan asumsi variabel independen lainnya bernilai tetap.
4.5.1 Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Audit Delay
Berdasarkan Tabel 4.11, diperoleh tingkat probabilitas signifikansi ukuran perusahaan (LnTA) sebesar 0,006 lebih kecil dari α = 0,05 dan nilai koefisien regresi negatif sebesar 2,379, sehingga dapat disimpulkan bahwa H02 ditolak dan Ha2 diterima, artinya ukuran perusahaan berpengaruh secara negatif terhadap Audit Delay. Artinya semakin besar ukuran perusahaan maka semakin pendek audit delay. Hal ini sejalan dengan teori yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa perusahaan dengan ukuran besar lebih diperhatikan oleh masyarakat sehingga manajemen perusahaan akan lebih berupaya untuk tidak melakukan Audit Delay.
Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rachmawati (2008) yang berkesimpulan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh terhadap audit delay. Menurut Rachmawati (2008), semakin besar ukuran perusahaan maka semakin pendek audit delay dan sebaliknya, semakin kecil ukuran perusahaan maka semakin panjang audit delay. Hal ini disebabkan karena perusahaan besar biasanya memiliki sistem pengendalian internal yang baik, sehingga dapat mengurangi tingkat kesalahan dalam penyusunan laporan keuangan, perusahaan besar mendapat pengawasan yang ketat dari investor, pengawas permodalan, serta lebih menjadi sorotan publik. Perusahaan-perusahaan besar dengan aset yang besar mempunyai sumber daya keuangan untuk membayar audit fee yang lebih besar guna mendapatkan pelayanan audit yang lebih cepat dan praktis.
4.5.2 Pengaruh Profitabilitas terhadap Audit Delay
Dalam penelitian ini profitabilitas diproksikan dengan ROA. Hasil pengujian menunjukkan tingkat profitabilitas yang dilakukan perusahaan berdasarkan tabel 4.11 yang dapat diketahui bahwa variabel profitabilitas memiliki tingkat signifikansi sebesar 0,697 > α = 0,05 dan nilai koefisien regresi positif sebesar 5,615. Sehingga H03 diterima dan Ha3 ditolak, yang berarti bahwa variabel profitabilitas tidak memiliki pengaruh secara signifikan terhadap Audit Delay. Artinya, besar atau kecilnya profitabilitas yang diperoleh perusahaan belum tentu membuat suatu perusahaan melakukan publikasi laporan keuangan lebih cepat. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang telah dikemukaan sebelumnya, bahwa secara teoritis tingkat profitabilitas yang tinggi akan mendorong perusahaan untuk mengumumkan good news secepatnya dengan cara publikasi laporan keuangan kepada para pengguna laporan keuangan. Hal ini dapat dilihat dari Tabel 4.3 dimana perusahaan yang mendapat kenaikan profit tidak membuat perusahaan tersebut lebih cepat mempublikasikan laporan keuangan dari periode sebelumnya.
Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Andi Kartika (2011), Tiono dan JogiC (2013) dan Putri (2014) yang menunjukkan profitabilitas tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Audit Delay.
4.5.3 Pengaruh Ukuran KAP terhadap Audit Delay
Berdasarkan Tabel 4.11, diperoleh tingkat probabilitas signifikansi ukuran KAP sebesar 0,706 lebih besar dari α = 0,05 dan nilai koefisien regresi negatif sebesar 1,1157, sehingga dapat disimpulkan bahwa H04 diterima dan Ha4 ditolak, artinya ukuran KAP tidak berpengaruh terhadap Audit Delay. Secara teoritis seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, perusahaan dengan menggunakan jasa KAP Besar seperti Big Four lebih cepat mempublikasikan laporan keuangan mereka dibanding KAP lebih kecil. Namun hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ukuran KAP yang besar tidak membuat perusahaan menerbitkan lebih cepat laporan keuangan dibanding periode sebelumnya.
Dapat dilihat pada tabel 4.5 bahwa perusahaan yang memakai jasa Kantor Akuntan Publik The Big Four melakukan publikasi dalam jangka waktu yang tidak jauh berbeda dari periode sebelumnya. Begitupun dengan perusahaan yang tidak memakai jasa Kantor Akuntan Publik The Big Four juga mampu mempublikasikan laporan keuangan mereka dengan tepat waktu tanpa melakukan Audit Delay.
Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Andi Kartika (2010) dan Tiono dan JogiC (2013), penelitiannya menunjukkan bahwa Ukuran Kantor Akuntan Publik tidak berpengaruh terhadap Audit Delay. Mereka berpendapat bahwa lamanya proses audit tidak dipengaruhi oleh besar atau kecilnya Kantor Akuntan Publik yang mereka gunakan.